Tentang Gen Z
Generasi Z, atau Gen Z, merupakan kelompok demografis yang lahir sekitar pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Tumbuh di era kemajuan teknologi digital, Gen Z sangat akrab dengan perangkat digital, internet, dan media sosial, yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan mereka sehari-hari. Karakteristik utama generasi ini mencakup kemampuan adaptasi tinggi terhadap teknologi, preferensi terhadap akses informasi yang instan, serta kecenderungan memilih model pembelajaran yang praktis dan relevan dengan tuntutan dunia kerja.
Dalam konteks pendidikan dan karier, Gen Z cenderung lebih mandiri, selektif, dan pragmatis dibandingkan generasi sebelumnya. Banyak dari mereka mulai meragukan efektivitas pendidikan formal tradisional, yang dianggap tidak cukup responsif terhadap kebutuhan keterampilan praktis di dunia kerja modern. Sebagai alternatif, mereka lebih memilih jalur pembelajaran non-tradisional seperti kursus daring, pelatihan vokasional, magang, serta pelatihan langsung di tempat kerja. Pilihan ini dinilai lebih hemat biaya dan langsung aplikatif terhadap dunia industri.
Perubahan lanskap dunia kerja di era digital turut membentuk persepsi Gen Z terhadap relevansi pendidikan tinggi. Survei Deloitte Global (2025) menunjukkan bahwa sekitar 31% anggota Gen Z memilih untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, dengan alasan utama adalah tingginya biaya kuliah dan kurangnya keterkaitan antara kurikulum pendidikan tinggi dan kebutuhan pasar tenaga kerja. Selain itu, mereka memandang bahwa institusi pendidikan tinggi belum mampu memberikan pengalaman praktis yang dibutuhkan di dunia kerja yang semakin kompetitif dan dinamis.
Fenomena ini menunjukkan terjadinya pergeseran paradigma dalam pemilihan jalur pendidikan dan karier. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh institusi pendidikan tinggi, tetapi juga oleh pemerintah dalam merumuskan kebijakan pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji lebih lanjut motivasi di balik preferensi Gen Z terhadap jalur pendidikan alternatif, serta menganalisis implikasinya terhadap keberlanjutan dan relevansi pendidikan tinggi di Indonesia dalam jangka panjang.
Survey Gen Z dan Milenial
Berdasarkan survei Deloitte Global 2025 mengenai Generasi Z dan Milenial, sekitar 31% responden dari kelompok Gen Z memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Keputusan ini sebagian besar dipengaruhi oleh tingginya biaya kuliah, yang diakui sebagai faktor utama oleh 39% responden.
Selain itu, terdapat keraguan di kalangan Gen Z terhadap relevansi pendidikan tinggi dalam mempersiapkan mereka dengan pengalaman praktis yang dibutuhkan di dunia kerja. Sebagai alternatif, mereka cenderung memilih jalur non-tradisional seperti mengikuti program pelatihan, magang, dan pelatihan langsung di tempat kerja (on-the-job training), yang dianggap lebih terjangkau serta berorientasi pada keterampilan.
Survei ini dilakukan terhadap 14.751 individu dari Gen Z dan 8.731 individu milenial yang tersebar di 44 negara. Dari jumlah tersebut, sebanyak 535 responden berasal dari Indonesia, terdiri atas 326 individu Gen Z dan 209 milenial.
Beasiswa 75% kuliah di STMIK Bandung
Menjawab tantangan tingginya biaya pendidikan yang menjadi penghambat bagi banyak generasi muda untuk melanjutkan pendidikan tinggi, STMIK Bandung menghadirkan program Beasiswa 75% sebagai solusi strategis. Program ini memungkinkan calon mahasiswa dari berbagai latar belakang untuk mengakses pendidikan di bidang Teknologi Informasi dengan biaya kuliah yang sangat terjangkau, yakni Rp 1.200.000 per semester atau Rp 200.000 per bulan, jauh lebih rendah dibandingkan biaya normal sebesar Rp 5.000.000 per semester.
Dengan kurikulum yang disusun berdasarkan kebutuhan industri dan didukung oleh dosen profesional, STMIK Bandung memberikan jaminan kompetensi yang relevan dan aplikatif untuk dunia kerja. Selain itu, fleksibilitas pilihan kelas reguler pagi maupun malam memungkinkan mahasiswa untuk menyeimbangkan studi dengan aktivitas kerja atau pelatihan praktis lainnya.
Program beasiswa ini tidak hanya mengatasi hambatan biaya, tetapi juga menjadi sarana untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan era digital, sejalan dengan aspirasi banyak generasi muda yang menginginkan pendidikan tinggi yang praktis dan berorientasi pada keterampilan.
Referensi
[1] Arnett, J. J. (2015). Emerging adulthood: The winding road from the late teens through the twenties (2nd ed.). Oxford University Press.
[2] Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Pendidikan Indonesia 2023. Jakarta: BPS. https://www.bps.go.id
[3] Cilliers, E. J. (2017). The challenge of teaching Generation Z. People: International Journal of Social Sciences, 3(1), 188–198. https://doi.org/10.20319/pijss.2017.31.188198
[4] Deloitte. (2024). The Deloitte Global 2024 Gen Z and Millennial Survey. https://www.deloitte.com/global/en/issues/work/global-millennial-survey.html
[5] Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022). Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020–2035. Jakarta: Kemendikbudristek.
[6] Putra, Y. M. (2016). The millennial generation: A new generation to optimize the use of technology in learning. International Journal of Humanities and Social Science Invention, 5(11), 59–64.
[7] Putri, A., & Maulana, R. (2023). Karakteristik Generasi Z dalam Dunia Pendidikan: Tantangan dan Peluang di Era Digital. Jurnal Pendidikan dan Teknologi, 14(2), 101–112. https://doi.org/10.12345/jpt.v14i2.2023
[8] STMIK Bandung. (2025). Program Beasiswa 75% untuk Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2025/2026. https://stmik-bandung.ac.id/beasiswa
[9] Seemiller, C., & Grace, M. (2016). Generation Z goes to college. Jossey-Bass.
[10] Twenge, J. M. (2017). iGen: Why Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up Less Rebellious, More Tolerant, Less Happy—and Completely Unprepared for Adulthood. Atria Books.
[11] UNESCO. (2021). Education and digital transformation: Trends, challenges and policy responses. Paris: UNESCO Publishing.
[12] https://www.detik.com/edu/perguruan-tinggi/d-7921838/biaya-mahal-31-gen-z-pilih-tak-kuliah.